Sabtu, 19 Mei 2012

Seputar Islam Liberal

Menguak Gerakan Islam Liberal

Berikut ini adalah petikan dari ucapan beberapa tokoh Islam Liberal di Indonesia disertai referensi yang cukup jelas untuk menjamin otentisitasnya.  Saya berusaha memberikan jawaban seobjektif dan sesederhana mungkin dengan cara yang dapat dipahami setiap orang.  Hanya kepada Allah-lah kami berlindung dari godaan syetan dari golongan jin dan manusia yang terkutuk.

 

“Semua agama sama.  Semuanya menuju jalan kebenaran.  Jadi, Islam bukan yang paling benar.”  (Ulil Abshar Abdalla, dari majalah GATRA, 21 Desember 2002).

Pertanyaan pertama yang harus diajukan adalah : apakah Ulil sudah pernah melakukan studi perbandingan agama sebelumnya?  Jika ya, agama-agama apa sajakah yang sudah diperbandingkannya?  Selain itu, sebagai manusia yang intelek, seharusnya ia tidak membuat klaim begitu saja, melainkan memberikan bukti-bukti yang konkrit.  Alangkah lebih baik jika ia membuat sebuah buku yang membuktikan bahwa semua agama itu sama, atau menyelenggarakan sebuah seminar tentang itu, kemudian menjadikannya sebagai rujukan dalam wawancara, agar para pembaca tidak menelan bulat-bulat apa yang dikatakannya.  Kecuali, barangkali, ia memang ingin ucapannya ditelan bulat-bulat.  Jika ini yang terjadi, maka Ulil dan Islam Liberal sebenarnya adalah sebuah gerakan ekstremis yang dilandasi oleh pemahaman yang fanatik.  Terakhir, jika memang ia menganggap semua agama itu benar, mengapa ia mencatut nama Islam dalam organisasinya?  Alangkah lebih baiknya ia menyatakan diri sebagai penganut agama liberal dan mengubah nama JIL menjadi JAL (Jaringan Agama Liberal).  Menganut paham ‘semua agama benar’ sekaligus menggunakan nama ‘Islam’ adalah suatu kontradiksi yang amat mengherankan.

 

“Tapi, bagi saya, all scriptures are miracles, semua kitab suci adalah mukjizat.”  (Ulil Abshar Abdalla, dari koran Jawa Pos, 11 Januari 2004).

Sekali lagi, perlu dipertanyakan (atas nama keilmiahan) sejauh mana Ulil telah melakukan penelitian dan memperbandingkan semua kitab suci dari berbagai agama.  Samakah Al-Qur’an dengan Bible?  Bagaimana Ulil bisa berpendapat bahwa semua kitab suci adalah mukjizat?  Di manakah bukti-bukti kongkritnya?  Jika ia tidak bisa menjawab, maka sekali lagi, jelaslah bahwa JIL adalah organisasi ekstremis yang anggotanya fanatik dan taqlid buta pada pemimpinnya.

 

“Karenanya, yang diperlukan sekarang ini dalam penghayatan masalah pluralisme antaragama, yakni pandangan bahwa siapa pun yang beriman – tanpa harus melihat Agamanya apa – adalah sama di hadapan Allah.  Karena, Tuhan kita semua adalah Tuhan Yang Satu.”  (Budhy Munawar Rahman, dari buku Wajah Liberal Islam di Indonesia terbitan JIL).

Tentu saja Tuhan kita semua adalah Tuhan Yang Satu, Yang Maha Esa.  Apa pun agamanya, hanya ada satu ilah yang memegang kuasa penuh dan tak tertandingi.  Namun masing-masing agama memiliki definisi yang berbeda tentang ilah ini.  Umat Islam percaya pada Allah, umat Kristiani percaya pada konsep trinitasnya.  Samakah Allah dalam pemahaman agama Islam dengan konsep trinitas yang dipegang teguh oleh umat Kristiani?  Rasanya saya belum pernah mendengar ada orang yang mengatakan bahwa kedua konsep ketuhanan ini sama.  Selain itu, nampaknya Budhy Munawar Rahman ini khawatir bahwa memberikan predikat ‘kafir’ pada umat agama lain akan memicu kekerasan antarumat beragama.  Padahal, secara bahasa, ‘kafir’ berasal dari kata yang sama dalam bahasa Arab yang artinya ‘ingkar’.  Orang yang kafir adalah orang yang ingkar terhadap sesuatu (dalam hal ini ingkar terhadap ajaran Islam).  Tidak ada konsekuensi yang buruk sama sekali atas keingkarannya itu, karena Islam tidak merasa perlu memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam.  Kekhawatiran kaum liberalis ini nampaknya mereka warisi dari para mentornya yang berasal dari Eropa yang masih trauma dengan peristiwa inkuisisi, yaitu pembantaian besar-besaran terhadap siapa saja yang dikategorikan ‘kafir’ oleh pihak Gereja.

 

“Jika semua agama memang benar sendiri, penting diyakini bahwa surga Tuhan yang satu itu sendiri terdiri dari banyak pintu dan kamar.  Tiap pintu adalah jalan pemeluk tiap agama memasuki kamar surganya.  Syarat memasuki surga ialah keikhlasan pembebasan manusia dari kelaparan, penderitaan, kekerasan dan ketakutan, tanpa melihat agamanya.  Inilah jalan universal surga bagi semua agama.  Dari sini, kerja sama dan dialog pemeluk berbeda agama jadi mungkin.”  (Abdul Munir Mulkhan, dari buku Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar).

Pertama, ia mengawali pernyataan ini dengan kata “jika”.  “Jika semua agama memang benar sendiri…..” artinya adalah “belum tentu semua agama memang benar sendiri…..”.  Dengan sendirinya, semua pernyataan setelah itu adalah sebuah hipotesa belaka dan tidak perlu dianggap sebagai sebuah fakta, karena ia juga tidak pernah mengajukan secuil bukti dalam bentuk apa pun.  Kedua, ia melakukan sebuah kesalahan fatal, yaitu dengan menganggap dirinya sudah sama dengan Tuhan atau mampu berpikir layaknya Tuhan.  Dari mana datangnya teori bahwa semua agama pasti diridhai oleh Allah?  Entahlah!  Saya rasa tidak perlu dijawab, karena ia sendiri tidak mengajukan alasan apa pun.  Kesalahan fatal ketiga adalah dengan mengatakan bahwa teorinya (yaitu dengan menganggap semua agama sama) adalah pembuka jalan bagi kerja sama dan dialog antarumat beragama.  Kenyataannya, kerja sama dan dialog dapat terjadi tanpa harus mengakui teori Abdul Munir Mulkhan tersebut.  Saya menganggap kalimat terakhirnya itu adalah sebentuk megalomania yang menganggap bahwa teorinya adalah teori sapu jagat yang bisa menyelesaikan masalah.

 

“Jadi, pluralisme sesungguhnya adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan berubah, sehingga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari.”  (Nurcholis Madjid, dari buku Islam Doktrin dan Peradaban).

Perlu dipahami bahwa pluralitas dan pluralisme adalah dua hal yang berbeda.  Pluralitas adalah fakta bahwa manusia diciptakan dalam keadaan yang berbeda-beda, sedangkan pluralisme (menurut definisi Nurcholis Madjid sendiri, namun tidak disetujui oleh Frans Magnis Suseno) adalah paham yang mengatakan bahwa semua agama itu sama, yaitu sama-sama benar.  Apakah paham ini adalah sunnatullah?  Apakah ia tak dapat dilawan?  Sebaiknya Nurcholis Madjid bersikap bijak dan menunggu hingga akhir jaman untuk melihat bukti apakah paham ini bisa dilawan atau tidak.  Kenyataannya, banyak orang yang sedang berjuang untuk melawannya.  Salah satunya adalah saya sendiri.  Jadi, kalau Cak Nur bilang bahwa pluralisme tidak mungkin dilawan, maka saya akan menjawab : “We’ll see.

 

“Prinsip lain yang digariskan oleh Al-Qur’an adalah pengakuan eksistensi orang-orang yang berbuat baik dalam setiap komunitas beragama dan dengan begitu, layak memperoleh pahala dari Tuhan.  Lagi-lagi, prinsip ini memperkokoh ide mengenai pluralisme keagamaan dan menolak eksklusifisme.  Dalam pengertian lain, eksklusifisme keagamaan tidak sesuai dengan semangat Al-Qur’an.  Sebab Al-Qur’an tidak membeda-bedakan antara satu komunitas agama dari lainnya.”  (Alwi Shihab, dari buku Islam Inklusif ; Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama).

Agaknya Alwi Shihab terlalu bersikap curiga pada umat Islam sampai-sampai perlu diinklusifkan.  Padahal sudah sejak dahulu umat Islam tidak pernah bersikap eksklusif, bahkan berhubungan baik dengan agama mana pun.  Jika memang ada sebagian Muslim yang bersikap ofensif terhadap umat agama lain, maka yang perlu dilakukan adalah menasihatinya untuk kembali pada ajaran Rasulullah saw., bukan mengarang-ngarang ajaran baru yang disebut sebagai ‘Islam Inklusif’ atau ‘Islam Pluralis’.  Embel-embel apa pun yang disandingkan dengan nama Islam menunjukkan bahwa ia bukanlah Islam murni.  Apakah Alwi Shihab hendak berkata bahwa Islam ini kekurangan sehingga perlu dilengkapi?  Sungguh sebuah gugatan yang amat tidak pantas terhadap Allah SWT!!! 

 

“Dan, konsekuensinya, ada banyak kebenaran (many truths) dalam tradisi dan agama-agama.  Nietzsche menegasikan adanya ‘Kebenaran Tunggal’ dan justru bersikap afirmatif terhadap banyak kebenaran.  Mahatma Gandhi pun seirama dengan mendeklarasikan bahwa semua agama – entah Hinduisme, Buddhisme, Yahudi, Kristen, Islam, Zoroaster, maupun lainnya – adalah benar.  Dan, konsekuensinya, kebenaran ada dan ditemukan pada semua agama.  Agama-agama itu diibaratkan, dalam nalar pluralisme Gandhi, seperti pohon yang memiliki banyak cabang (many), tapi berasal dari satu akar (the one).  Akar yang satu itulah yang menjadi asal dan orientasi agama-agama.  Karena itu, mari kita memproklamasikan kembali bahwa pluralisme sudah menjadi hukum Tuhan (sunnatullah) yang tidak mungkin berubah.  Dan, karena itu, mustahil pula kita melawan dan menghindari.  Sebagai muslim, kita tidak punya jalan lain kecuali bersikap positif dan optimistis dalam menerima pluralisme agama sebagai hukum Tuhan.”  (Sukidi, dari koran Jawa Pos, 11 Januari 2004).

Dari uraian yang panjang ini, mari kita bagi menjadi dua bagian, yaitu sebab dan akibat.  Pernyataan ‘sebab’ dalam rangkaian kalimat ini adalah pendapat dua orang manusia, yaitu Nietzsche dan Mahatma Gandhi.  Dua orang manusia!  Bernapas, berdaging, dan kini sudah sama-sama mati.  Apa akibat yang ditimbulkan dari ‘sebab’ tadi?  Karena Nietzsche dan Mahatma Gandhi berkata begini-begitu, maka (menurut Sukidi) kita harus memproklamasikan pluralisme sebagai hukum Tuhan.  Siapakah sebenarnya Nietzsche dan Mahatma Gandhi, hingga kata-katanya harus kita telan bulat-bulat?  Sesukses apakah hidupnya dibandingkan dengan Muhammad saw.?  Jika kata-kata Rasulullah saw. (yang merupakan manusia paling berpengaruh di dunia hingga detik ini) pun harus dikritisi (menurut kaum liberalis dan pluralis), maka mengapa dua manusia ini tidak perlu dikritisi?  Kritik saya satu saja : buktikan bahwa semua agama mengandung kebenaran yang sama!  Umat Islam tidak mungkin menerima konsep trinitas, dan umat Kristiani pastilah menolak kalau kaum perempuannya dipakaikan jilbab.  Samakah Islam dan Kristen?  Samakah Hindu dan Yahudi?  Samakah Buddha dan Zoroaster?  Adapun mengenai masalah pluralisme yang dianggap sebagai sunnatullaah yang tidak bisa dilawan, saya sudah menjelaskannya pada bagian sebelumnya.

 

“Jika kelak di akhirat, pertanyaan di atas diajukan kepada Tuhan, mungkin Dia hanya tersenyum simpul.  Sambil menunjukkan surga-Nya yang Mahaluas, di sana ternyata telah menunggu banyak orang, antara lain; Jesus, Muhammad, Sahabat Umar, Gandhi, Luther, Abu Nawas, Romo Mangun, Bunda Teresa, Udin, Baharudin Lopa, dan Munir!”  (Sumanto Al-Qurtuby, dari buku Lubang Hitam Agama).

Sekali lagi, pernyataan ini diawali dengan kata “jika” dan “mungkin”.  Artinya, hanya sebuah kemungkinan yang mampu dipikirkan oleh benak seorang Sumanto.  Saya menganggapnya sebagai sebuah hipotesa yang tidak perlu ditanggapi serius karena memang sama sekali tidak ilmiah. 

 

* * * * * * *

 

Anda perlu gambaran lebih lanjut?  Saya akan mengutip beberapa tulisan Sumanto Al-Qurtuby dalam bukunya yang berjudul Lubang Hitam Agama.  Silakan Anda menilai sendiri!

  • “Bahkan sesungguhnya hakekat Al-Qur’an bukanlah ‘teks verbal’ yang terdiri atas 6666 ayat bikinan Utsman itu melainkan gumpalan-gumpalan gagasan.” (hal. 42)

  • “Al-Qur’an bagi saya hanyalah berisi semacam ‘spirit ketuhanan’ yang kemudian dirumuskan redaksinya oleh Nabi.” (hal. 42)

  • “Seandainya (sekali lagi seandainya) Pak Harto berkuasa ratusan tahun, saya yakin Pancasila ini bisa menyaingi Al-Qur’an dalam hal ‘keangkeran’ tentunya.” (hal. 64)

  • “Di sinilah maka tidak terlalu meleset jika dikatakan, Al-Qur’an, dalam batas tertentu, adalah “perangkap” yang dipasang bangsa Quraisy (a trap of Quraisy).” (hal. 65) 

Na’uudzubillaah!

 

Mengapa Jaringan Islam Liberal Begitu Jumawa?

Jakarta (voa-islam.com) -  Banyak pihak yang belum memahami tentang sepak terjang JIL yang gemar mengobok-obok kedamaian umat Islam di Indonesia pada khususnya. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, kaum Yahudi dengan Freemasonry mendukung JIL yang juga sesungguhnya didanai oleh Asia Foundation yang disupport oleh CIA, badan intelejen AS.

Apa itu Islam liberal dan Mengapa disebut Islam Liberal?

“Islam liberal” sejatinya pembangkangan diri dan pemikiran melalui gerakan, yayasan, kantor berita, gerakan politik terhadap islam ala Nabi Muhammad SAW. Pemikiran Islam (klaim mereka) menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas. Tujuan JIL adalah menyebarkan gagasan Islam Liberal seluas-luasnya kepada masyarakat dengan dukungan Yahudi Internasional yang bercokol kuat di Indonesia dan dukungan pemerintah AS melalui Asia Foundation yang disokong oleh CIA dan Imperialisme Barat dan kini menguasai Universitas Paramadina dan UIN Syarif hidayatullah Jakarta.

JIL lebih mirip kepanjangan imperalisme Barat atas dunia Islam yang dicarikan bentuk pembenarannya dari khazanah Islam. Dari segi politis, ada benang merah dengan CIA.  JIL yang resmi hadir sekitar Maret 2001— impact penting yang timbul dari lahirnya gudang pemikiran itu adalah lahirnya atmosfir ‘ndableg alias konyol’ yang oleh kebanyakan pengikutnya disebut dengan istilah “kekritisan berfikir”. Mereka begitu semangat ‘mengkritisi’ Al-Qur’an, menolak beberapa nash hadits-hadish shahih, serta menuduh para ulama’ sebagai kelompok konservatif. Dilain pihak, mereka bahkan teramat sibuk bergelut dengan referensi-referensi liberal. Bacaan-bacaan wajib mereka, kini Tahrirul Mar’ah milik Qasim Amin, The Spirit of Islam-nya Amir Ali, serta Al Islam wa Ushul Al Hukmi yang sesungguhnya hanya jiplakan dari tulisan orientalis Inggris Thomas W. Arnold.

Nama-nama semisal, Sayid Ahmad Khand, Arkeun, Ali Abdul Razik, Charles Kuzman, Fatimah Marnissi, Nasir Hamid Abu Zaid dan Fadzlurrahman seolah-olah “kitab suci” baru yang kini melekat di otak mereka. Di saat yang sama, mereka mulai tampak malas menelaah Al-Qur’an, bahkan boleh jadi mules (muak, red) jika mendengar dalil-dalil dari hadits.

Yang jelas, mereka begitu percaya diri dengan identitas itu, dan begitu bangga disebut liberal. Karena dukungan AS, lembaga Islam dikuasai pemikiran liberal, baik Kementerian Agama, Universitas Negeri Islam (UIN), dan sampai tokoh-tokoh politik dan cendekiawan yang dilabelkan pada tokoh Islam Liberal.

Kalau kita mengamati dengan seksama tentang agenda-agenda JIL, maka kita akan menemukan korelasi antara imperialisme barat dan agenda JIL. Luthfi Asy-Syaukanie, salah satu motor JIL pernah menyebut dengan jujur empat agenda utama lahirnya Islam Liberal. Pertama, agenda politik, Kedua, agenda toleransi agama, Ketiga, agenda emansipasi wanita, dan Keempat, agenda kebebasan berekpresi. Dalam agenda politik, misalnya, kaum muslimin “diarahkan” oleh JIL untuk mempercayai sekularisme, dan menolak sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Dalam agenda plurarisme, kelompok ini menyeru bahwa semua agama adalah benar, tidak boleh ada truth claim. Agenda emansipasi wanita, seperti menyamaratakan secara absolut peran atau hak pria dan wanita tanpa kecuali, dan agenda kebebasan berekspresi, seperti hak untuk tidak beragama, tak jauh bedanya dengan agenda politik di atas. Semua ide-ide ini pada ujung-ujungnya, pada muaranya, kembali kepada ideologi dan kepentingan imperialis. Adian Husaini dan Nuim Hidayat menandaskan, Karena itu, sulit sekali-untuk untuk tidak mengatakan --minimal mustahil-- mencari akar pemikiran-pemikiran tersebut dari Islam itu sendiri secara murni, kecuali setelah melalui pemerkosaan teks-teks Al-Qur’an dan As-Sunnah. Misalnya teologi pluralisme yang menganggap semua agama benar, sebenarnya berasal dari hasil Konsili Vatikan II 1963-1965) yang merevisi prinsip extra ecclesium nulla salus (di luar Katolik tak ada keselamatan) menjadi teologi inklusif-pluralis, yang menyatakan keselamatan dimungkinkan ada di luar Katolik. (Islam Liberal: "Sejarah, Konsepsi dan Penyimpangannya", Adian Husaini dan Nuim Hidayat).

Selain itu, dari kerangka ideologi, ide-ide JIL sendiri, dapatlah kiranya dinyatakan sebagai ide-ide kapitalisme. Luthfi Asy-Syaukanie dalam bukunya Wajah Liberal Islam di Indonesia (2002) telah berhasil menyajikan deskripsi dan peta ide-ide JIL. Jika dikritisi, kesimpulannya adalah di sana ada banyak contekan sempurna terhadap ideologi kapitalisme.

Tentu ada kreativitas dan modifikasi. Khususnya pencarian ayat atau hadits atau preseden sejarah yang kemudian ditafsirkan secara paksa agar cocok dengan kapitalisme. Ide-ide besar kapitalisme itu antara lain; (1) sekularisme, (2) demokrasi, dan (3) kebebasan. Dukungan kepada sekularisme --pengalaman partikular Barat-- nampak begitu getolnya mereka melakukan penolakan terhadap bentuk sistem pemerintahan Islam (khilafah), dan penolakan yang begitu bersemangat terhadap syariat Islam. Tetapi mereka menerima begitu saja semua gagasan demokrasi tanpa ada nalar kritis. Istilahnya, mereka cepat-cepat ‘melek’ (terbelalak) jika mengkritisi Islam, tapi buru-buru buta (pura-pura tak melihat) jika sumber-sumber itu datangnya dari Barat. Kentalnya ide-ide pokok kapitalisme dan berbagai derivatnya ini, masih ditambah dengan suatu metode berpikir yang kapitalistik pula, yaitu menjadikan ideologi kapitalisme sebagai standar pemikiran. Meminjam bahasa Al Jawi, ide-ide kapitalisme diterima lebih dulu secara taken for granted dan dianggap benar secara absolut, tanpa pemberian peluang untuk didebat (ghair qabli li an-niqasy) dan tanpa ada kesempatan untuk diubah (ghair qabli li at-taghyir). Lalu ide-ide kapitalisme itu dijadikan cara pandang (dan hakim!) untuk menilai dan mengadili Islam.

JIL, Asia Foundation dan CIA

The Asia Foundation adalah LSM raksasa yang markas besarnya di San Fransisco. LSM ini memiliki 17 kantor cabang di seluruh Asia, termasuk Washington, D.C. Tahun 2003 kemarin, The Asia Foundation mengucurkan bantuan sebesar 44 juta USD dan mendistribusikan 750 ribu buku dan materi pendidikan yang nilainya berkisar mencapai 28 juta USD di seluruh wilayah Asia. Sebagaimana dikutip situs resmi pemerintah AS, http://usinfo.state.gov, Oktober lalu –beberapa hari menjelang Pemilu di Afghan-- lalu, The Asia Foundation, membikin program The Mobile Theater Project, sebuah bioskop keliling. Dengan alasan pendidikan demokrasi --atau lebih tepat kampanye pemaksaan demokrasi— mereka berkeliling kampung untuk memutar film dengan ditonton sekitar 430.000 pemirsa. Di Indonesia, dalam Pemilu 2004 kemarin, seperti diakuinya di situs http://www.asiafoundation.org/, lembaga ini ikut mendanai JPPR (JPPR atau Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat) dengan mempekerjakan 141.000 relawan dan melakukan training kurang lebih 70 ribu orang. Mereka bisa memanfaatkan radio dengan asumsi 25 juta pendengar, memanfaatkan TV yang ditonton 74 juta pemirsa, juga menguasai media cetak dengan perkiraan dibaca 3 juta orang. Di Indonesia, keberadaanya sudah ada sejak tahun 1970. Mereka berdiri di balik program-program bernama; training keagamaan, studi gender, HAM dalam Islam, civic education di lembaga-lembaga Islam, pusat pembelaan perempuan untuk Islam (Muslim Women Advocacy), dan isu-isu pluralisme, paralalel dengan program-program JIL. Jika dilihat berbagai agenda dan kegiatannya selama ini, ada korelasi antara agenda-agenda JIL dengan LSM Raksasa bernama The Asia Foundation.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa kehidupan kelompok ini amat tergantung pada kucuran dana dari The Asia Foundation. Dan karena donor yang amat besar dari LSM ini, maka JIL dalam waktu yang relatif singkat sudah bisa mendirikan Radio satelit pertama di Indonesia, Radio 68H, yang siarannya direlai puluhan pemancar radio di Indonesia, mampu membeli satu halaman penuh koran Jawa Pos, bahkan mampu menayangkan iklan-iklan di televisi dengan durasi yang panjang, semisal iklan “Islam Warna-Warni” yang akhirnya berhenti tayang karena somasi MMI, bahkkan bisa menghidupi kegiata-kegiatan mereka yang membutuhkan biaya besar. Jika ditilik dari sponsor utama (sebut The Asia Foundation) yang selama ini menjadi ‘penyangga’ utama pendanaan JIL, bisa ditarik kesimpulan bahwa The Asia Foundation adalah jaringan ‘induk’nya. Dengan bahasa lain, JIL adalah ‘karyawan’ The Asia Foundation yang bertugas di lapangan, untuk menjalankan proyek-proyek besarnya.


The Asia Foundation, yayasan ini ditengarai banyak mendanai kegiatan-kegiatan dalam rangka penyebaran paham kapitalisme dan sejenisnya. Yang paling nampak mencolok keterlibatan The Asia Foundation bagaimana dia mem-back up Tim Pengarasutaman Gender (PUG) bentukan Departemen Agama, yang kemudian berhasil menyusun draf Kompilasi Hukum Islam yang isinya kemudian menimbulkan kontroversial. Merujuk sebuah makalah yang berjudul CIA's Hidden History in the Philippines, Roland G. Simbulan, yang disampaikan pada ceramahnya di University of The Philipinnes (18 Agustus, 2000), mengutip dari tulisan seorang sosiolog Amerika, James Petras, yang dimuat dalam Journal of Contemporary Asia, menggambarkan, bagaimana LSM yang besar bisa dikendalikan --jika tidak didukung oleh pemerintah Amerika-- atau perusahaan raksasa yang dikendalikan agen-agen rahasia atau CIA yang ingin memanfaatkannya sebagai sarana penyamaran. Yang dimaksud Petras, hal itu untuk mengelabuhi dan menghindari konflik yang diakibatkan benturan langsung terhadap struktur resmi pemerintahan. Serta menghindari class analysis adanya penjajahan dan eksploitasi kapitalis. Roland G. Simbulan juga menjelaskan bahwa yang memainkan peran CIA yang paling menonjol di Manila adalah The Asia Foundation. Pernyataan ini dinilai cukup valid, karena didasari oleh pernyataan seorang anggota Departemen Birokrasi Amerika, William Blum. Dalam sebuah resensi buku yang berjudul Asia Foundation is the principal CIA front, dalam salah satu buku seorang jurnalis investigasi majalah Times, Raymond Bonner, yang berjudul: Waltzing with a Dictator: The Marcoses and the Making of American Policy, menyatakan bahwa “Asia Foundation adalah bentukan dan kedok CIA!”. Ini semakin diperkuat oleh interview Roland G. Simbulan dengan seorang mantan mata-mata CIA yang beroperasi di Philipina pada tahun 1996, dimana ia aktif menggunakan yayasan ini (The Asia Foundation) sebagai agen. Bahkan secara terang-terangan pula diungkapkan dalam laporan tahunan The Asia Foundation, tahun1985, yang menyebutkan di dalamnya pernyataan Victor Marchetti, salah satu dari pimpinan deputy CIA, bahwa “Asia Foundation didirikan oleh CIA dan sampai 1967 mendapat subsidi darinya.” (Asia Foundation Annual Report, 1985). Jelas, bahwa LSM The Asia Foundation memang bentukan CIA, didirikan sebagai alat, dan sarana untuk memperluas dan mempermudah proses imperialisme Amerika Serikat terhadap Negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik dengan cara non konfrontatif. Dari sini pulahlah, boleh jadi, JIL --setelah dilihat dari substansi ide yang diusung, serta pertnershipnya-- bahwa sesungguhnya aktifitasnya tidak ada hubungannya dengan Islam, tidak pula ada sangkut-pautnya dengan perbedaan metode penafsiran nash, pembaharuan, pencerahan, atau sifat kritis. Aktifitas JIL, sekali lagi --boleh jadi-- tak lain, merupakan kemungkinan aktivitas intelejen asing yang hendak menancapkan kuku-kuku imperialismenya di bumi umat Islam, umumnya dan Indonesia, pada khususnya. Benarkah demikian? Wallahu a’lam.

Waspada pada Pemikiran Tokoh Sesat di bawah ini agar tidak tertipu manis kata dan bualan mereka agar tidak tersesat dunia dan akhirat:Daftar 50 TOKOH JIL INDONESIA

A. Para Pelopor
1. Abdul Mukti Ali
2. Abdurrahman Wahid (Mantan Presiden)
3. Ahmad Wahib
4. Djohan Effendi
5. Harun Nasution
6. M. Dawam Raharjo (Tokoh liberal)
7. Munawir Sjadzali (mantan Menteri Agama)
8. Nurcholish Madjid (Cak Nun)

B. Para Senior
9. Abdul Munir Mulkhan
10. Ahmad Syafi’i Ma’arif
11. Alwi Abdurrahman Shihab
12. Azyumardi Azra (Mantan Rektor UIN Jakarta)
13. Goenawan Mohammad (Tempo)
14. Jalaluddin Rahmat (Tokoh Syiah dan Lintas Agama)
15. Kautsar Azhari Noer
16. Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta, saat ini, 2011)
17. M. Amin Abdullah
18. M. Syafi’i Anwar
19. Masdar F. Mas’udi
20. Moeslim Abdurrahman
21. Nasaruddin Umar
22. Said Aqiel Siradj
23. Zainun Kamal

C. Para Penerus “Perjuangan”

24. Abd A’la
25. Abdul Moqsith Ghazali
26. Ahmad Fuad Fanani
27. Ahmad Gaus AF
28. Ahmad Sahal
29. Bahtiar Effendy
30. Budhy Munawar-Rahman
31. Denny JA
32. Fathimah Usman
33. Hamid Basyaib
34. Husein Muhammad
35. Ihsan Ali Fauzi
36. M. Jadul Maula
37. M. Luthfie Assyaukanie
38. Muhammad Ali
39. Mun’im A. Sirry
40. Nong Darol Mahmada
41. Rizal Malarangeng
42. Saiful Mujani
43. Siti Musdah Mulia
44. Sukidi
45. Sumanto al-Qurthuby
46. Syamsu Rizal Panggabean
47. Taufik Adnan Amal
48. Ulil Abshar-Abdalla
49. Zuhairi Misrawi
50. Zuly Qodir

Sumber (dbs/Buku : 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia : Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme/voa-islam.com/d5vn2)

Benarkah Mereka Ini Adalah Pahlawan................????

  • Dortheys Hiyo Eluaway
    Tokoh pembela masyarakat Papua, Irian Jaya
    Meninggal dibunuh pada tanggal 11 November 2001, seusai menghadiri peringatan hari Pahlawan Nasional
  • Muhammad Yusuf Rizal
    Mahasiswa FISIP angkatan 1997 Universitas Lampung, Lampung
    Gugur tertembak di depan markas Koramil Kedaton, Lampung, pada tanggal 28 September 1999 saat melakukan unjuk rasa menentang penerapan UU PKB
  • Yun Hap
    Mahasiswa Universitas Indonesia, Jakarta
    Gugur dalam peritiwa Tragedi Semanggi II pada tanggal 23 September 1999
  • Bernardus R Norma Irmawan
    Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya, Jakarta
    Gugur dalam peristiwa Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Engkus Kusnadi
    Mahasiswa Universitas Jakarta
    Gugur setelah Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Heru Sudibyo
    Mahasiswa penyesuaian semester VII Universitas Terbuka, Jakarta
    Gugur setelah Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Lukman Firdaus
    Pelajar Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 3 Ciledug, Tangerang
    Gugur setelah memperkuat barisan mahasiswa proreformasi di Jakarta, pada hari Kamis tanggal 12 November 1998 ia terluka berat dan meninggal dunia beberapa hari kemudian
  • Sigit Prasetyo
    Mahasiswa Teknik Sipil YAI Jakarta
    Gugur dalam peristiwa Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Teddy Wardani Kusuma
    Mahasiswa Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi Indonesia, Serpong
    Gugur dalam Tragedi Semanggi pada tanggal 13 November 1998
  • Elang Mulya
    Mahasiswa Trisakti, Jakarta
    Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
  • Hafidin Royan
    Mahasiswa Trisakti, Jakarta
    Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
  • Hendriawan Sie
    Mahasiswa Trisakti, Jakarta
    Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
    .
  • Hery Hartanto
    Mahasiswa Trisakti, Jakarta
    Gugur dalam Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
  • Moses Gatotkaca
    Masyarakat kelahiran Banjarmasin yang bekerja di Yogyakarta ini menjadi korban kekerasan pada saat terjadi kerusuhan di Yogyakarta pada tanggal 8 Mei 1998
  • Sondang Hutagalung
    Mahasiswa Universitas Bung Karno tahap akhir yang sedang menyusun skripsi ini akhirnya memperoleh gelar kehormatan dari almamaternya. Pahlawan Reformasi Sondang Hutagalung merelakan dirinya pergi untuk selamanya setelah membakar diri di depan istana negara di Jakarta tgl 7 Desemeber 2011 dan meninggalkan bangsa dan dunia ini untuk selamanya 3 hari kemudian.

Senjata - senjata Tapak Suci


DIDALAM PERGURUAN SENI BELA DIRI TAPAK SUCI
DIKENAL BEBERAPA SENJATA

SENJATA TAPAK SUCI
SENJATA TAPAK SUCI
SEGU
SEGU (SERBA GUNA) ADALAH SENJATA KHAS TAPAK SUCI YANG DICIPTAKAN OLEH PENDEKAR BESAR M. BARIE IRSJAD


SENJATA TAPAK SUCI
SENJATA TAPAK SUCI
GOLOK MAWAR
GOLOK MAWAR ADALAH MERUPAKAN SENJATA TAPAK SUCI YANG DICIPTAKAN OLEH PENDEKAR BESAR M. BARIE IRSJAD


SENJATA TAPAK SUCI
SENJATA TAPAK SUCI
PEDANG MAWAR
PEDANG MAWAR ADALAH SALAH SATU SENJATA TAPAK SUCI YANG DICIPTAKAN OLEH PENDEKAR BESAR M. BARIE


SENJATA TAPAK SUCI
SENJATA TAPAK SUCI
SENAKER
SENAKER (SENJATA ANDALAN PENDEKAR) ADALAH SENJATA SPESIAL DAN ANDALAN DARI PENDEKAR JOKO SUSENO SENAKER DIKEMBANGKAN DARI SENJATA TAPAK SUCI SEGU OLEH JOKO SUSENO SEBAGAI BAGIAN DARI UJIAN PENDEKAR SIFAT SENAKER ADALAH AGRESIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKHNIK TUSUK, TEBAS, SODOK, KAIT,TEBAS DAN CONGKEL


SENJATA TAPAK SUCI
SENJATA TAPAK SUCI
TOMBAK NAGA
TOMBAK NAGA ADALAH SALAH SATU SENJATA TAPAK SUCI YANG DICIPTAKAN OLEH PENDEKAR BESAR M.BARIE IRSJAD


SENJATA TAPAK SUCI
SENJATA TAPAK SUCI
TOYA / TONGKAT
SENJATA TOYA/TONGKAT DIJADIKAN SENJATA DASAR DALAM PERGURUAN TAPAK SUCI KARENA TOYA/TONGKAT SANGAT COCOK UNTUK MENDASARI SETIAP PERMAINAN BENTUK SENJATA DENGAN MENGGUNAKAN TEHNIK PUTARAN,TUSUKAN DAN TEBASAN


SENJATA TAPAK SUCI
SENJATA TAPAK SUCI
SENJATA RANTAI
RANTAI BATANGAN DAN RANTAI BANDHIL
SENJATA RANTAI DIPAKAI UNTUK PERTARUNGAN JARAK JAUH DAN UNTUK MELAWAN BEBERAPA ORANG YANG BERSENJATA, DAN SENJATA RANTAI MEMILIKI TINGKAT KESULITAN TEHNIK YANG CUKUP TINGGI KARENA MEMBUTUHKAN KOORDINASI GERAKAN BADAN YANG SEIMBANG JUGA MEMBUTUHKAN KELENTURAN TUBUH, TIMING YANG TEPAT SERTA MEMBUTUHKAN KEBERANIAN YANG BESAR

SENJATA TAPAK SUCI
SENJATA TAPAK SUCI
KATANA
PADA AWAL TAHUN 1960 KATANA MULAI DIPERGUNAKAN DI TAPAK SUCI DENGAN TUJUAN UNTUK MENGIMBANGI MASUKNYA BELADIRI JEPANG KE INDONESIA PENDEKAR BESAR M.BARIE IRSJAD MENDAPATKAN ILMU KATANA INI LANGSUNG DARI SALAH SEORANG PERWIRA JEPANG YANG BERNAMA MAKINO PADA MASA AGRESI JEPANG DI INDONESIA

SENJATA DAERAH
SENJATA DAERAH
TRISULA
SENJATA TRISULA/SIKU-SIKU/CABANG/TEKPI MULAI DI PERGUNAKAN SEJAK MASA RAJA AIRLANGGA YANG MEMERINTAH DI KERAJAAN KAHURIPAN JAWA TIMUR DAN SENJATA INI DIBERI NAMA TRISULA (TRI=TIGA DAN SULA=TAJAM) JADI SENJATA INI ADALAH SENJATA YANG MEMILIKI TIGA BILAH YANG UJUNGNYA SANGAT TAJAM



SENJATA KHAS DAERAH
SENJATA KHAS DAERAH
KUJANG
SENJATA KUJANG MERUPAKAN SENJATA KHAS DAERAH PASUNDAN



SENJATA KHAS DAERAH
SENJATA KHAS DAERAH
KERIS
SENJATA KERIS MERUPAKAN SENJATA KHAS DAERAH JAWA



SENJATA KHAS DAERAH
SENJATA KHAS DAERAH
RENCONG
SENJATA RENCONG MERUPAKAN SENJATA KHAS DAERAH NANGROE ACEH DARUSSALAM



SENJATA KHAS DAERAH
SENJATA KHAS DAERAH
CELURIT
SENJATA CELURIT MERUPAKAN SENJATA KHAS DARI DAERAH MADURA