Jumat, 04 Mei 2012

Filsafat Dan Kontribusinya


Filsafat Dan Kontribusinya
Oleh. Agus Saputro ( Mahasiswa FE. Manajemen UMS )
Filsafat dalam bahasa inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam kamus besar bahasa indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.

Devinisi Filsafat Menurut Para Filosof
*     Plato (427–348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli.
*     Aristoteles (382–322 SM) mendefenisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
*     Cicero (106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.
*     Descartes (1596–1650), filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.
*     Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4 persoalan:
a. Apakah yang dapat kita ketahui?
Jawabannya termasuk dalam bidang metafisika.
b. Apakah yang seharusnya kita kerjakan?
Jawabannya termasuk dalam bidang etika.
c. Sampai di manakah harapan kita?
Jawabannya termasuk pada bidang agama.
d. Apakah yang dinamakan manusia itu?
Jawabannya termasuk pada bidang antropologi.

Setidaknya ada tiga karakteristik berpikir filsafat yakni:
1. Sifat menyeluruh: seseorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin tahu hakikat ilmu dari sudut pandang lain, kaitannya dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini akan membawa kebahagian dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan tidak merasa sombong dan paling hebat. Di atas langit masih ada langit. Contoh: socrates menyatakan dia tidak tahu apa-apa.
2. Sifat mendasar: yaitu sifat yang tidak saja begitu percaya bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan menentukan titik yang benar.
3. Spekulatif: dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya dibutuhkan sebuah sifat spekulatif baik sisi proses, analisis maupun pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan mana yang logis atau tidak.

Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencarijawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentarkomentar karya plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.

Klasifikasi Filsafat
Di seluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan yang sama dan membangun tradisi filsafat, menanggapi dan meneruskan banyak karya-karya sesama mereka. Oleh karena itu filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan budaya. Pada dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi: “filsafat barat”, “filsafat timur”, dan “filsafat islam”.
Filsafat Barat
Filsafat barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Menurut Takwin (2001) dalam pemikiran barat konvensional pemikiran yang sistematis, radikal, dan kritis seringkali merujuk  pengertian yang ketat dan harus mengandung kebenaran logis. Misalnya aliran empirisme, positivisme, dan filsafat analitik memberikan kriteria bahwa pemikiran dianggap filosofis jika mengadung kebenaran korespondensi dan koherensi. Korespondensi yakni sebuah pengetahuan dinilai benar jika pernyataan itu sesuai dengan kenyataan empiris. Contoh jika pernyataan ”saat ini hujan turun”, adalah benar jika indra kita menangkap hujan turun, jika kenyataannya tidak maka pernyataannya dianggap salah. Koherensi berarti sebuah pernyataan dinilai benar jika pernyataan itu mengandung koherensi logis (dapat diuji dengan logika barat). Dalam filsafat barat secara sistematis terbagi menjadi tiga bagian besar yakni: (a) bagian filsafat yang mengkaji tentang ada (being), (b) bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan (epistimologi dalam arti luas), (c) bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai menentukan apa yang seharusnya dilakukan manusia (aksiologi).

Beberapa tokoh dalam filsafat barat yaitu:
1.Wittgenstein
Mempunyai aliran analitik (filsafat analitik) yang dikembangkan di negara-negara yang berbahasa inggris, tetapi juga diteruskan di polandia. Filsafat analitik menolak setiap bentuk filsafat yang berbau ″metafisik”. Filsafat analitik menyerupai ilmu-ilmu alam yang empiris, sehingga kriteria yang berlaku dalam ilmu eksata juga harus dapat diterapkan pada filsafat. Yang menjadi obyek penelitian filsafat analitik sebetulnya bukan barang-barang, peristiwa-peristiwa, melainkan pernyataan, aksioma, prinsip. Filsafat analitik menggali dasar-dasar teori ilmu yang berlaku bagi setiap ilmu tersendiri. Yang menjadi pokok perhatian filsafat analitik ialah analisa logika bahasa sehari-hari, maupun dalam mengembangkan sistem bahasa buatan.
2. Imanuel Kant
Mempunyai aliran atau filsafat ″kritik” yang tidak mau melewati batas kemungkinan pemikiran manusiawi. Rasionalisme dan empirisme ingin disintesakannya. Untuk itu ia membedakan akal, budi, rasio, dan pengalaman inderawi. Pengetahuan merupakan hasil kerja sama antara pengalaman indrawi yang aposteriori dan keaktifan akal, faktor priori. Struktur pengetahuan harus kita teliti. Kant terkenal karena tiga tulisan:
Ø  Kritik Atas Rasio Murni, apa yang saya dapat ketahui.
Dengan hakikat kenyataan yang dapat diketahui. Manusia hanya dapat mengetahui gejala-gejala yang kemudian oleh akal terus ditampung oleh dua wadah pokok, yakni ruang dan waktu. Kemudian diperinci lagi misalnya menurut kategori sebab dan akibat dst. Seluruh pengetahuan kita berkiblat pada tuhan, jiwa, dan dunia.
Ø  Kritik Atas Rasio Praktis, apa yang harus saya buat.
Kelakuan manusia ditentukan oleh kategori imperatif, keharusan mutlak: kau harus begini dan begitu. Ini mengandaikan tiga postulat: kebebasan, jiwa yang tak dapat mati, adanya tuhan.
Ø  Kritik Atas Daya Pertimbangan.
Di sini kant membicarakan peranan perasaan dan fantasi, jembatan antara yang umum dan yang khusus.
3. Rene Descartes
Berpendapat bahwa kebenaran terletak pada diri subyek. Mencari titik pangkal pasti dalam pikiran dan pengetahuan manusia, khusus dalam ilmu alam. Metode untuk memperoleh kepastian ialah menyangsikan segala sesuatu. Hanya satu kenyataan tak dapat disangsikan, yakni aku berpikir, jadi aku ada. Dalam mencari proses kebenaran hendaknya kita pergunakan ide-ide yang jelas dan tajam. Setiap orang, sejak ia dilahirkan, dilengkapi dengan ide-ide tertentu, khusus mengenai adanya tuhan dan dalil-dalil matematika. Pandangannya tentang alam bersifat mekanistik dan kuantitatif. Kenyataan dibaginya menjadi dua yaitu: res extensa dan res copgitans.

Filsafat Timur
Filsafat timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok, dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk filsafat barat, terutama di abad pertengahan, tetapi di dunia barat filsafat An Sichmasih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filosof: Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi, dan lain-lain.
Pemikiran filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran yang tidak rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis. Hal ini disebabkan pemikiran timur lebih dianggap agama dibanding filsafat. Pemikiran timur tidak menampilkan sistematika seperti dalam filsafat barat. Misalnya dalam pemikiran cina sistematikanya berdasarkan pada konstrusksi kronologis mulai dari penciptaan alam hingga meninggalnya manusia dijalin secara runut (Takwin, 2001). Belakangan ini, beberapa intelektual barat telah beralih ke filsafat timur, misalnya Fritjop Capra, seorang ahli fisika yang mendalami taoisme, untuk membangun kembali bangunan ilmu pengetahuan yang sudah terlanjur dirongrong oleh relativisme dan skeptisisme (Bagir, 2005). Skeptisisme terhadap metafisika dan filsafat dipelopori oleh Rene Descartes dan William Ockham.

Filsafat Islam
Filsafat islam ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filosof dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi filsafat barat (Yunani). Terdapat dua pendapat mengenai sumbangan peradaban islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang eropa belajar filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang disalin oleh St. Agustine (354–430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius Manlius Boethius (480–524 M) dan John Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat orang-orang yunani dari buku-buku filsafat Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh filosof islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. Terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya, karena menurutnya salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge, Categories, dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di universitas paris, tidak akan menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof islam (Haerudin, 2003). Majid Fakhri cenderung mengangap filsafat islam sebagai mata rantai yang menghubungkan Yunani dengan eropa modern. Kecenderungan ini disebut Europosentris yang berpendapat filsafat islam telah berakhir sejak kematian Ibn Rusyd. Pendapat ini ditentang oleh Henry Corbin dan Louis Massignon yang menilai adanya eksistensi filsafat islam. Menurut Kartanegara (2006) dalam filsafat islam ada empat aliran yakni:
1. Peripatetik (memutar atau berkeliling) merujuk kebiasaan aristoteles yang selalu berjalan-jalan mengelilingi muridnya ketika mengajarkan filsafat. Ciri khas aliran ini secara metodologis atau epistimologis adalah menggunakan logika formal yang berdasarkan penalaran akal (silogisme), serta penekanan yang kuat pada daya-daya rasio. Tokoh-tokohnya yang terkenal yakni: Al Kindi (w. 866), Al Farabi (w. 950), Ibnu Sina (w. 1037), Ibn Rusyd (w. 1196), dan Nashir Al Din Thusi (w.1274).
2. Aliran Iluminasionis (israqi). Didirikan oleh pemikir Iran, Suhrawardi Al Maqtul (w. 1191). Aliran ini memberikan tempat yang penting bagi metode intuitif (irfani). Menurutnya dunia ini terdiri dari cahaya dan kegelapan. Baginya tuhan adalah cahaya sebagai satu satunya realitas sejati (Nur Al Anwar), cahaya di atas cahaya.
3. Aliran Irfani (tasawuf). Tasawuf bertumpu pada pengalaman mistis yang bersifat supra-rasional. Jika pengenalan rasional bertumpu pada akal maka pengenalan sufistik bertumpu pada hati. Tokoh yang terkenal adalah Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi.
4. Aliran Hikmah Muta’aliyyah (Teosofi Transeden). Diwakili oleh seorang filosof syi’ah yakni Muhammad Ibn Ibrahim Yahya Qawami yang dikenal dengan nama Shadr Al Din Al Syirazi, atau yang dikenal dengan mulla shadra yaitu seorang filosof yang berhasil mensintesiskan ketiga aliran di atas.
Dalam islam ilmu merupakan hal yang sangat dianjurkan. Dalam al quran kata al-ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih 780 kali. Hadis juga menyatakan mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Dalam pandangan Allamah Faydh Kasyani dalam bukunya Al Wafi: Ilmu yang diwajibkan kepada setiap muslim adalah ilmu yang mengangkat posisi manusia pada hari akhirat, dan mengantarkannya pada pengetahuan tentang dirinya, penciptanya, para nabinya, utusan allah, pemimpin islam, sifat tuhan, hari akhirat, dan hal-hal yang mendekatkan diri kepada allah. Dalam pandangan keilmuan islam, fenomena alam tidaklah  berdiri tanpa relasi dan relevansinya dengan kuasa ilahi. Mempelajari alam berarti akan mempelajari dan mengenal dari dekat cara kerja tuhan. Dengan demikian penelitian alam semesta (jejak-jejak ilahi) akan mendorong kita untuk mengenal tuhan dan menambah keyakinan terhadapnya. Fenomena alam bukanlah realitas-realitas independen melainkan tanda-tanda allah SWT. Fenomena alam adalah ayat-ayat yang bersifat qauniyyah, sedangkan kitab suci ayat-ayat yang besifat qauliyah. Oleh karena itu ilmu-ilmu agama dan umum menempati posisi yang mulia sebagai obyek ilmu.

Metode Merealisasikan Filsafat
Kegiatan utama filsafat adalah merenung atau olah pikir/merefleksi “perenungan kefilsafatan  adalah percobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun untuk memahami diri kita sendiri “(Kattsoff,1992:6). Perenungan dapat merupakan karya perorangan, atau beberapa orang dalam melakukan analisis secara dialog.
Pengetahuan, dapat dilakukan dengan pengalaman (empirisme) dan akal (rasional), tetapi keduanya ternyata tidak dapat dipisahkan. Jadi tujuan filsafat ialah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik, menilai pengetahuan, menemukan hakikatnya; mengatur semuanya di dalam bentuk yang sistematis.
Filsafat akan membawa kita pada pemahaman akan tindakan yang lebih layak (berpikir secara sistematis). Untuk merealisasikan manfaat filsafat, banyak metode dapat dipakai.
v  Metode Sritis — Socrates, Plato. Berciri analisa istilah dan pendapat. Merupakan hermeneutika, yang menjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan. Menjalankan metode ini berarti bertanya (dialog) membedakan, membersihkan, menyisihkan.
v  Metode Intuitif — Plotinos, Bergson. Menjalankan metode ini berarti instrospeksi intuitif, dan dengan pemakaian simbol-simbol diusahakan pembersihan intelektual (bersama dengan persucian moral), sehinga tercapai suatu penerangan pikiran. Apa yang dilakukan oleh bergson adalah menjalankan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
v  Metode Akolatis —filsafat Aristoteles, Ahomas Aquinas bersifat sintetis-deduktif. Menjalankan metode ini berarti bertitik tolak dari definisi-definisi atau prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik kesimpulan-kesimpulan.
v  Metode Geometris – filsafat Rene Descartes melalui analisis mengenai hal-hal kompleks, dicapai intuisi akan hakikat-hakikat “sederhana” (ide terang dan berbeda dari yang lain); dari hakikat-hakikat itu dideduksikan secara matematis segala pengertian lairmya.
v  Metode Empiris-Obbes, Locke, Berkeley, David Hume memandang bahwa hanya pengalamanlah yang menyajikan pengertian benar. Semua perigertian (ide-ide) dalam introspeksi dibandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian disusun bersama secara sistematis.
v  Metode Transendental — Immanuel Kant bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu, dengan jalan analisis diselidiki syarat-syarat apriori bagi pengertian sedemikian.
v  Metode Fenomenologis – Filsafat Husserl mendapat sebutan eksistensialisme; dengan jalan meletakkan dalam kurung (reduksi), refleksi atas fenomen dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni.
v  Metode Dialektis – upaya Hegel, Marx adalah mengikuti dinamik pikiran atau alam sendiri, menurut tesis, antitesis, sintesis dicapai hakikat kenyataan.
v  Metode Neo-Positivistik — kenyataan dipahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksakta).
v  Metode Analitik-bahasa — Wittenstein menganalisa pemakaian bahasa sehari-hari dan menentukan sah atau tidaknya ucapan¬ucapan filosofis.
Fungsi dan Kontribusi filsafat
*      Filsafat sangat berguna karena dengan belajar filsafat, kita semakin mampu menangani pertanyaan-pertanyaan mendasar (makna realitas dan tanggung jawab) yang tidak terletak dalam wewenang metode ilmu-ilmu khusus.
*      Berfilsafat mengajak manusia bersikap arif, berwawasan luas terhadap berbagai problem yang dihadapi. Manusia diharapkan mampu memecahkan problem tersebut dengan cara mengidentifikasikannya agar jawaban-jawaban dapat diperoleh dengan mudah.
*      Filsafat dapat membentuk pengalaman kehidupan seseorang secara lebih kreatif atas dasar pandangan hidup atau ide-ide yang muncul karena keinginannya.
*      Filsafat dapat membentuk sikap kritis seseorang dalam menghadapi permasalahan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan lainnya (interaksi dengan masyarakat, komunitas, agama, dan hal-hal lain di luar dirinya) secara lebih rasional, lebih arif, dan tidak terjebak dalam fanatisme yang berlebihan.
*      Terutama bagi para ilmuwan atau para mahasiswa dibutuhkan kemampuan menganalisis, yaitu analisis kritis secara komprehensif dan sintesis atas berbagai permasalahan ilmiah yang dituangkan dalam suatu riset atau kajian ilmiah lainnya. Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang mementingkan kontrol atau pengawasan. Oleh karena itu, nilai ilmu pengetahuan timbul dari fungsinya, sedangkan fungsi filsafat timbul dari nilainya.



KESIMPULAN

1.                  Klasifikasi filsafat di bagi menjadi tiga, sebagai berikut :

Filsafat Barat


Fisafat                                               Filsafat Timur


Filsafat Islam

2.               Fungsi utama filsafat bagi mahasiswa adalah dibutuhkan kemampuan menganalisis, yaitu analisis kritis secara komprehensif dan sintesis atas berbagai permasalahan ilmiah yang dituangkan dalam suatu riset atau kajian ilmiah lainnya. Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang mementingkan kontrol atau pengawasan. Oleh karena itu, nilai ilmu pengetahuan timbul dari fungsinya, sedangkan fungsi filsafat timbul dari nilainya.
3.                  Fungsi filsafat bagi manusia adalah :
a.       Filsafat membentuk sifat kritis manusia untuk berfikir.
b.      Filsafat mengajak manusia bersifat arif dan berpandangan luas dalam menghadapi berbagai macam masalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar