Jumat, 04 Mei 2012

PENDIDIKAN PLURALISME


PENDIDIKAN PLURALISME
( Menampilkan Wajah Islam Toleran )
 
Oleh. Agus Saputra ( Mahasiswa Ekonomi Manegemen UMS, Ketua Umum PD IPM Wonogiri, Sekretaris PIMDA Tapak Suci Wonogiri. )

A.    Pendahuluan
Untuk memperoleh keberhasilan bagi terealisasinya tujuan mulia yaitu perdamaian dan persaudaraan abadi di antara orang-orang yang pada realitasnya memang memiliki agama dan iman berbeda, perlulah kiranya adanya keberanian mengajak mereka  melakukan perubahan-perubahan di bidang pendidikan—terutama sekali melalui kurikulumnya yang berbasis keanekaragaman. Sebab, melalui kurikulum seperti ini, memungkinkan untuk bisa  ‘membongkar’ teologi agama masing-masing yang selama ini cenderung ditampilkan secara eklusif dan dogmatis. Sebuah teologi yang biasanya hanya mengeklaim bahwa hanya agamanya yang bisa membangun kesejahteraan duniawi dan mengantar manusia dalam surga Tuhan. Pintu dan kamar surga itu pun hanya satu yang tidak bisa dibuka dan dimasuki kecuali dengan agama yang dipeluknya.   

B.     Pengertian Pluralisme
Pluralisme adalah sebuah paham tentang pluralitas. Paham, bagaimana melihat keragaman dalam agama-agama, mengapa dan bagaimana memandang agama-agama, yang begitu banyak dan beragam. Apakah hanya ada satu agama yang benar atau semua agama benar.


C.    Isi

1. Islam Dan Pluralisme 
Menurut al-Qur’an sendiri, sebagai sumber normatif bagi suatu teologi inklusif. Karena bagi kaum muslimin, tidak ada teks lain yang menempati posisi otoritas mutlak dan tak terbantahkan selain Alqur’an. Maka, Alqur’an merupakan kunci untuk menemukan dan memahami konsep persaudaraan Islam-terhadap agama lain---pluralitas  adalah salah satu kenyataan objektif komunitas umat manusia, sejenis hukum Allah atau Sunnah Allah, sebagaimana firman Allah SWT: “ Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui  Lagi Maha Mengenal” (Al Hujurat 49: 13). 

2. Islam Memerintahkan Untuk Bersikap ‘Toleran’ Kepada Agama lain

Sedangkan secara umum, pandangan Islam terhadap agama lain (Ahli Kitab—pen) sangat positif dan sangat kontruktif. Hal ini dapat dilihat dari nilai dan ajarannya yang memberikan peluang dan mendorong kepada umat Islam untuk dapat melakukan interaksi sosial, kerja sama dengan mereka. Tentang hal ini, Farid Asaeck (2000: 206-207)), telah menunjukkan bukti-bukti sebagai berikut; Pertama, Ahli  Kitab, sebagai penerima wahyu, diakui sebagai bagian dari komunitas. Ditujukan kepada semua nabi, al-Qur’an mengatakan: “Dan sungguh inilah umatmu, umat yang satu” (QS al-Mu’miunun: 52). Sehingga konsep Islam tentang para pengikut Kitab Suci atau Ahli Kitab yaitu konsep yang memberikan pengakuan tertentu kepada para penganut agama lain, yang memiliki Kitab Suci dengan memberikan kebebasan menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
3. Kegagalan Pendidikan Agama
Berangkat dari kesadaran adanya fenomena bahwa “satu Tuhan, banyak agama” merupakan fakta dan realitas yang dihadapi manusia sekarang. Maka, manusia sekarang harus didorong menuju kesadaran bahwa pluralisme memang sungguh-sungguh fitrah kehidupan manusia.
Mendorong setiap orang untuk dapat menghargai “keanekaragaman” adalah sangat penting segera dilakukan, terutama sekali di negara Indonesia yang pluralistik ini. Dampak krisis multi-dimensional yang melandanya, menyebabkan bangsa Indonesia menghadapi berbagai problem sosial. Salah satu problem besar dimana peran agama menjadi sangat dipertanyakan adalah konflik etnis, kultur dan religius, atau yang lebih dikenal dengan SARA. 

4. Perlunya Pendidikan Pluralisme
Apakah sebenarnya pendidikan pluralisme itu? Kalau kita melacak referensi tentang pendidikan pluralisme, banyak sekali literatur mengenai pendidikan tersebut atau sering dikenal orang dengan sebutan “pendidikan multikultural”. Namun literatur-literatur tersebut menunjukkan adanya keragaman dalam pengertian istilah. Sleeter (dalam Burnet, 1991: 1) mengartikan pendidikan multikultural sebagai any set of proces by which schools work with rather than against oppressed group.  Banks, dalam bukunya Multicultural education: historical development, dimension, and practice (1993) menyatakan bahwa meskipun tidak ada konsensus tentang itu ia berkesimpulan bahwa di antara banyak pengertian tersebut maka yang dominan adalah pengertian pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color.
5. Kurikulum Pendidikan Agama Islam Berbasis Kemajemukan
Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang   dinamis dan sarat perkembangan, karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa penyempurnaan atau perbaikan kurikulum pendidikan agama Islam adalah untuk mengantisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan dengan diselaraskan terhadap perkembangan kebutuhan dunia usaha atau industri, perkembangan dunia kerja, serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Konsep yang sekarang banyak diwacanakan oleh banyak ahli adalah kurikulum pendidikan berbasis pluralisme.    

6. Menampilkan Islam Toleran Melalui Kurikulum

Mengembangkan sikap pluralisme pada peserta didik di era sekarang ini, adalah mutlak segera “dilakukan” oleh seluruh pendidikan agama di Indonesia demi kedamaian sejati. Pendidikan agama Islam perlu segera menampilkan ajaran-ajaran Islam  yang toleran melalui kurikulum pendidikanya dengan tujuan dan menitikberatkan pada pemahaman dan upaya untuk bisa hidup dalam konteks perbedaan agama dan budaya, baik secara individual maupun secara kolompok dan tidak terjebak pada primordialisme dan eklusifisme kelompok agama dan budaya yang sempit. Sehingga sikap-sikap pluralisme itu akan dapat ditumbuhkembangkan dalam diri generasi muda kita melalui dimensi-dimensi pendidikan agama dengan memperhatikan hal-hal seperti berikut:

  1. Pendidikan agama seperti fiqih, tafsir tidak harus bersifat linier, namun menggunakan pendekatan muqaron. Ini menjadi sangat penting, karena anak tidak hanya dibekali pengetahuan atau pemahaman tentang ketentuan hukum dalam fiqih atau makna ayat yang tunggal, namun  juga diberikan pandangan yang berbeda. Tentunya, bukan sekedar mengetahui yang berbeda, namun juga diberikan pengetahuan tentang mengapa bisa berbeda.
  2. Untuk mengembangkan kecerdasan sosial, siswa juga harus diberikan pendidikan lintas agama. Hal ini dapat dilakukan dengan program dialog antar agama yang perlu diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Islam . Sebagai contoh, dialog tentang “puasa” yang bisa menghadirkan para bikhsu atau agamawan dari agama lain. Program ini menjadi sangat strategis, khususnya untuk memberikan pemahaman kepada siswa bahwa ternyata puasa itu juga menjadi ajaran saudara-saudara kita yang beragama Budha. Dengan dialog seperti ini, peserta didik diharapkan akan mempunyai pemahaman khususnya dalam menilai keyakinan saudara-saudara kita yang berbeda agama. karena memang pada kenyataanya “Di Luar Islampun Ada Keselamatan”.
  3. Untuk memahami realitas perbedaan dalam beragama, lembaga-lembaga pendidikan Islam bukan hanya sekedar menyelenggarakan dialog antar agama, namun juga menyelenggarakan program road show lintas agama. Program road show lintas agama ini adalah program nyata untuk menanamkan kepedulian dan solidaritas terhadap komunitas agama lain. Hal ini dengan cara mengirimkan siswa-siswa untuk ikut kerja bhakti membersihkan gereja, wihara ataupun tempat suci lainnya. Kesadaran pluralitas bukan sekedar hanya memahami keberbedaan, namun juga harus ditunjukkan dengan sikap konkrit bahwa diantara kita sekalipun berbeda keyakinan, namun saudara dan saling membantu antar sesama. 
  4. Untuk menanamkan kesadaran spiritual, pendidikan Islam perlu menyelenggarakan program seperti spiritual work camp (SWC), hal ini bisa dilakukan dengan cara mengirimkan siswa untuk ikut dalam sebuah keluarga selama beberapa hari, termasuk kemungkinan ikut pada keluarga yang berbeda agama. Siswa harus melebur dalam keluarga tersebut. Ia juga harus melakukan aktifitas sebagaimana aktifitas keseharian dari keluarga tersebut. Jika keluarga tersebut petani, maka ia harus pula membantu keluarga tersebut bertani dan sebagainya. Ini adalah suatu program yang sangat strategis untuk meningkatkan kepekaan serta solidaritas sosial. Pelajaran penting lainnya, adalah siswa dapat belajar bagaimana memahami kehidupan yang beragam. Dengan demikian, siswa akan mempunyai kesadaran dan kepekaan untuk menghargai dan menghormati orang lain.
  5. Pada bulan Ramadhan, adalah bulan yang sangat strategis untuk menumbuhkan kepekaaan sosial pada anak didik. Dengan menyelenggarakan “program sahur on the road”, misalnya. Karena dengan program ini, dapat dirancang  sahur bersama antara siswa dengan anak-anak jalanan. Program ini juga memberikan manfaat langsung kepada siswa untuk menumbuhkan sikap kepekaan sosial, terutama pada orang-orang di sekitarnya yang kurang mampu.


D.  Kesimpulan
Pluralisme dalam dunia pendidikan sangat perlu di tanamkan pada diri setiap peserta didik demi menjaga keutuhan dan bersatunya NKRI. Dengan menumbuh kembangkan sikap toleran antar umat beragama.
DAFTAR PUSTAKA

Makalah Syamsul Ma’arif, ISLAM DAN PENDIDIKAN PLURALISME
(Menampilkan Wajah Islam Toleran Melalui Kurikulum PAI
Berbasis Kemajemukan). 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar